H. Akbar
Ketua Yayasan Arrafiiyah
Tanggal 14 Februari telah menjadi hari special yang ditunggu-tunggu
oleh para remaja di dunia, tak terkecuali remaja di Indonesia. Mereka
terlanjur meyakini hari ini sebagai hari kasih sayang yang harus diisi
dengan perayaan istimewa. Mulai dari saling tukar kado, menyatakan
cinta, ciuman, sampai seks bebas merupakan aktivitas yang turut mewarnai
valentine’s day.
Sejarah Valentine’s Day
Valentine’s
Day yang kini dimaknai sebagai hari kasih sayang, tidak muncul dan
diperingati begitu saja. Terdapat beberapa versi tentang asal-usul
lahirnya Valentine’s Day. Versi pertama, menurut catatan The World Book Encyclopedia
(1998) disebutkan bahwa sejarah Valentine’s Day bermula dari sebuah
kepercayaan di Eropa. Kepercayaan kuno ini menyebutkan bahwa cinta
burung jantan dan betina mulai bersemi pada tanggal 14 Februari.
Burung-burung memilih pasangannya pada hari itu. Berdasarkan
kepercayaan kuno di kalangan masyarakat Eropa kala itu, lalu kemudian
mereka menganjurkan agar pemuda-pemudi memilih pasangannya di hari yang
sama seperti berseminya cinta burung jantan dan betina. Apalagi dalam
bahasa Perancis Normandia terdapat kata Gelantine yang berarti cinta. Persamaan bunyi antara Gelantine dan Valentine inilah yang dijadikan dasar penetapan hari kasih sayang.
Versi kedua,
menghubungkan Valentine’s Day ini dengan seorang pendeta. Menurut
beberapa ahli sejarah bahwa Valentine’s Day diadopsi dari nama seorang
pendeta bernama Saint Valentine. Dia ditangkap oleh kaisar Claudius II
karena menyatakan Tuhannya adalah Isa Al-Masih. Dia juga menolak
menyembah Tuhan-Tuhan orang Romawi. Kaisar lalu memerintahkan agar dia
di penjara dan pada akhirnya dijatuhi hukuman gantung. Orang-orang yang
bersimpati kepadanya, lalu menulis surat tentang kecintaan mereka
kepada doa sang pendeta. Surat itu kemudian dipajang dan diikatkan di
terali bekas penjaranya.
Sementara versi ketiga mengacu pada sebuah pesta yang dilakukan orang-orang Romawi kuno yang disebut Lupercalia. Inilah versi terkuat yang diyakini kebenarannya hingga saat ini. Perayaan Lupercalia
merupakan rangkaian pensucian di masa Romawi kuno. Upacara yang khusus
dipersembahkan untuk mengenang dan mengagungkan dewi cinta (Queen of
Feverish Love) yang bernama Juno Februata. Dalam pesta tersebut, para
pemuda mengambil nama gadis di sebuah kotak secara acak. Nama gadis yang
diambilnya tadi kemudian menjadi pendampingnya selama setahun untuk
bersenang-senang.
Bergesernya Makna Valentine’s Day
Seiring
berjalannya waktu, tahun 496 M Paus Gelasius I mengubah upacara ini
menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day. Upacara
untuk menghormati Saint Valentine yang mati digantung oleh kaisar
Claudius. Dia digantung karena melanggar aturan kaisar yang melarang
para pemuda untuk menikah. Kaisar Claudius berpendapat bahwa tentara
yang masih muda dan berstatus bujangan lebih tabah dan kuat dalam medan
peperangan. Lelaki yang belum beristri lebih sabar bertahan dalam
perang dibandingkan tentara yang sudah menikah. Oleh Karena itu, kaisar
memerintahkan untuk melarang kaum laki-laki untuk menikah. Namun,
Saint Valentine menentang kebijakan itu. Dia berpendapat bahwa
pemuda-pemudi tetap harus mendapat ruang yang luas untuk melampiaskan
hasrat cintanya. Dia lalu secara diam-diam menikahkan banyak pemuda.
Sejak
orang-orang Romawi kuno mengenal agama Nasrani, maka pesta jamuan
kasih sayang ini (pesta Lupercalia) lalu dikaitkan dengan upacara
kematian Saint Valentine. Setelah Paus Gelasius menetapkan tanggal 14
Februari sebagai tanggal penghormatan buat Saint Valentine, maka
akhirnya perayaan ini berlangsung secara terus menerus setiap tahunnya
hingga sekarang. Hari ini dijadikan sebagai momen untuk saling tukar
menukar pesan kasih dan menempatkan Saint Valentine sebagai simbol dari
para penabur kasih. Hari Valentine ditandai dengan saling mengirim
puisi dan hadiah seperti bunga, coklat, dan gua-gula. Hari Valentine
juga diisi dengan acara kumpul-kumpul, pesta dansa, minum-minuman
alkohol hingga pesta seks. Singkatnya perayaan kasih sayang ini
dipersembahkan untuk mengagungkan Saint Valentine yang dianggap sebagai
simbol ketabahan, kepasrahan, dan keberanian dalam memperjuangkan
cinta.
Sikap Seorang Remaja
Lalu
bagaimanakah seharusnya sikap kaum remaja khususnya pemuda-pemudi
Islam? Haruskah mereka ikut hanyut dalam perayaan itu? Tentu jawabannya
tidak. Karena Valentine’s Day bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Valentine’s Day bersumber dari paganisme orang musyrik penyembah
berhala. Valentine’s Day justru telah merendahkan dan mempersempit makna
cinta. Cinta dihargai sebatas coklat, bunga mawar, greeting card,
ciuman dan seks bebas. Valentine’s Day juga menyempitkan kasih sayang
hanya sehari saja. Padahal dalam Islam, kasih sayang itu perlu
diaktualisasikan setiap saat dan di setiap tempat. Bahkan kita
diperintahkan untuk menyebarkan kasih sayang kepada seluruh manusia.
Perayaan
Valentine’s Day juga menggiring remaja untuk melakukan seks. Hal itu
dapat kita saksikan dengan jelas dari propaganda mereka. Seorang pakar
kesehatan di Inggris bahkan menganjurkan seks di hari Valentine.
Direktur kesehatan British Heart Foundation yakni
Prof. Charles George mengungkapkan bahwa seks bebas tidak saja membakar
100 kalori dalam tubuh, tetapi juga sangat baik untuk kesehatan. Oleh
karena itu, dia menganjurkan agar masyarakat di manapun, baik tua maupun
remaja, hendaknya mengisi perayaan hari Valentine dengan pesta seks.
Oleh
karena itu, saya mengajak kepada seluruh remaja khususnya
pemuda-pemudi Islam untuk menjauhi dan tidak ikut-ikutan dalam perayaan
ini. Siapa yang ikut merayakan Valentine’s Day berarti dia telah
merusak pribadinya sendiri sebagai muslim dan bahkan menjadi bagian
dari mereka. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Barang siapa yang menyerupai sebuah kaum maka dia menjadi bagian dari mereka.” (HR. Abu Daud)
Sumber: http://www.dakwatuna.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar