“Jika
seorang istri melakukan shalat lima waktu, puasa di bulan ramadhan,
memelihara kemaluannya dan menaati suaminya, niscaya dia akan memasuki
surga Tuhannya,” demikian hadits Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Bahkan dalam hadits lain disebutkan, “Jika
aku boleh menyuruh seseorang untuk sujud kepada orang lain, tentu aku
akan menyuruh seorang istri untuk sujud kepada suaminya.” (HR. Ahmad,
At-Tirmidzi dan Ibnu Majah). Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Tidak
ada ketaatan kepada makhluk dalam hal bermaksiat kepada Khalik (Sang
Pencipta).” (HR. Ahmad).
Syariat Islam telah mengatur hak
suami terhadap istri dengan cara menaatinya (selama ia tidak keluar dari
Syariat dan hukum Allah). Istri harus menaati suami dalam segala hal
yang tidak berbau maksiat, berusaha memenuhi segala kebutuhannya
sehingga membuat suami ridha kepadanya.
Bagai aktivis perempuan
di mana ia telah terpenjara oleh kampanye Barat tentang “kesetaraan”,
hadits ini pasti merisaukan. Sebab, baginya, ketaatan pada suami hanya
akan membuatnya menjadi “sub-ordinasi” kaum pria.
Hanya
orang-orang yang rela dan ridho melaksakan perintah Allah Subhanahu
Wata’ala, yang di dadanya dipenuhi nikmat Iman dan Islam saja yang mampu
mentaati perintah suaminya.
Ia rela menjauhi sesuatu, jika suami melarangnya. Ia berlapang dada
jika suami menasihatinya. Bahkan ia rela tidak menerima tamu pria –baik
kerabat jauh sekalipun-- ketika suami bepergian atau berada di luar
rumah.
Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) bersabda, “Ketahuilah
bahwa kalian mempunyai hak atas istri kalian dan istri kalian juga
mempunyai hak atas kalian. Adapun hak kalian atas istri kalian adalah
tidak mengizinkan orang yang kalian benci untuk memasuki rumah kalian.” (HR. At-Tirmidzi)
Istri Yang Taat
Istri
yang taat adalah istri yang mengetahui kewajibannya dalam agama untuk
mematuhi suaminya dan menyadari sepenuh hati betapa pentingnya mematuhi
suami. Istri harus selalu menaati suaminya pada hal-hal yang berguna dan
bermanfaat, hingga menciptakan rasa aman dan kasih sayang dalam
keluarga agar perahu kehidupan mereka berlayar dengan baik dan jauh dari
ombak yang membuatnya bergocang begitu hebat.
Sebaliknya, Islam telah memberikan hak seorang wanita secara penuh
atas suaminya, di mana Islam memerintahkannya untuk menghormati
istrinya, memenuhi hak-haknya dan menciptakan kehidupan yang layak
baginya sehingga istrinya patuh dan cinta kepadanya.
Kewajiban
menataati suami yang telah ditetapkan agama Islam kepada istri tidak
lain karena tanggung jawab suami yang begitu besar, sebab suami adalah
pemimpin dalam rumah tangganya dan dia bertanggungjawab atas apa yang
menjadi tanggungannya. Di samping itu, karena suami sangat ditekankan
untuk mempunyai pandangan yang jauh ke depan dan berwawasan luas,
sehingga suami dapat mengetahui hal-hal yang tidak diketahui istri
berdasarkan pengalaman dan keahliannya di bidang tertentu.
Istri
yang bijaksana adalah istri yang mematuhi suaminya, melaksanakan
perintahnya, serta mendengar dan menghormati pendapat dan nasihatnya
dengan penuh perhatian. Jika dia melihat bahwa di dalam pendapat
suaminya terdapat kesalahan maka dia berusaha untuk membuka dialog
dengan suaminya, lalu menyebutkan kesalahannya dengan lembut dan rendah
hati. Sikap tenang dan lembut bak sihir yang dapat melunakkan hati
seseorang.
Ketaatan kepada suami mungkin memberatkan seorang
istri. Seberapa banyak istri mempersiapkan dirinya untuk mematuhi
suaminya dan bersikap ikhlas dalam menjalankannya maka sebanyak itulah
pahala yang akan didapatkannya, karena seperti yang dikatakan oleh para
ulama salaf, “Balasan itu berbanding lurus dengan amal yang dilakukan
seseorang.” Tidak diragukan bahwa istri bisa memetik banyak pahala
selain taat kepada suami seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya,
namun pahala yang didapatkannya tidak sempurna jika tidak mendapatkan
pahala dalam menaati suaminya, menyenangkan hatinya dan tidak melakukan
sesuatu yang tidak disukainya.
Kita atau Anda mungkin menemukan
benih-benih kesombongan mulai merasuki istri Anda, maka ketika itu
hendaklah Anda berlapang dada kemudian menasihatinya dengan sepenuh
hati.
Layaknya sebuah perusahaan, pernikahan juga akan mengalami
ancaman serius berupa perselisihan dan sengketa antara individu yang
ada di dalamnya.
Suami adalah pelindung keluarga berdasarkan
perintah Allah kepadanya, maka dialah yang bertanggungjawab dalam hal
ini. Sebab, keluarga adalah pemerintahan terkecil, dan suamilah
“rajanya”, sehingga dia wajib dipatuhi.
Allah Ta’ala telah berfirman;
لرِّجَالُ
قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى
بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ
حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّهُ وَاللاَّتِي تَخَافُونَ
نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ
وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُواْ عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً
إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلِيّاً كَبِيراً
“Laki-laki
(suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain
(perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari
hartanya.” (QS. An-Nisaa` [4] : 34)
Batas-batas ketaatan
Kewajiban
istri untuk menaati suaminya bukan bukan ketaatan tanpa batasan,
melainkan ketaatan seorang istri yang shalih untuk suami yang baik dan
shalih, suami yang dipercayai kepribadiannya dan keikhlasannya serta
diyakini kebaikan dalam tindakannya.
Dalam sebuah hadits disebutkan, “Tidak ada ketaatan dalam hal berbuat
maksiat akan tetapi ketaatan adalah pada hal-hal yang baik.” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan Abu Daud).
Ketaatan
istri ini harus dibarengi oleh sikap suami yang suka berkonsultasi dan
meminta masukan dari istrinya sehingga memperkuat ikatan batin dalam
keluarga.
Konsultasi antara suami dan istri pada semua hal yang
berhubungan dengan urusan keluarga merupakan sebuah keharusan, bahkan
hal-hal yang harus dilakukan suami untuk banyak orang. Tidak ada
penasehat yang handal melebihi istri yang tulus dan mempunyai banyak ide
cemerlang untuk suaminya. Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam suka berkonsultasi dengan
istri-istrinya dan mengambil pendapat mereka dalam beberapa hal penting.
Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah berskonsultasi kepada istrinya,
Ummu Salamah pada kondisi yang sangat penting di kala para shahabat
enggan menyembelih unta dan mencukur rambutnya. Ketika itu Ummu Salamah
meminta Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk melakukannya
terlebih dahulu dan tidak berbicara kepada siapapun. Demi melihat hal
itu, para shahabat pun melakukannya. Sungguh pendapat Ummu Salamah
sangat brilliant!
Akhirnya, marilah kita berislam secara benar.
Benar dalam pengertian sesuai yang diajarkan oleh Allah dan Rasulnya.
Jika tidak, kita akan terus menyesuaikan agama ini dengan ajaran-ajaran
yang tidak dibenarkan.
Saat ini banyak orang sedang gandrung
dengan slogan kesetaraan gender dan feminism. Isme-isme atau paham
seperti ini hanyalah solusi masyarakat Barat untuk keluar dari sebuah
krisis ketidakadilan yang sedang menimpa mereka, bukan untuk
wanita-wanita Muslim. Sudah banyak terbukti, paham-paham seperti ini,
telah menjauhkan wanita Muslim pada tauhid.
Islam dan Allah
Subhanahu Wa ta’ala telah mengatur sedemikian rupa tentang hak-hak
suami-istri, sesuai porsinya. Sekiranya masih ada yang curiga
seolah-olah semua ketetapan Allah Subhanahu Wa ta'ala itu masih kurang proposional, sama halnya kita menganggap otak kita-lah yang lebih cerdas dari ketetapan Allah Subhanahu Wa ta’ala. Walhasil, marilah
mengikuti al-Qur`an dan hadits saja dalam menjalankan bahtera
pernikahan ini, agar kita bisa benar-benar merasakan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar