Allah berfirman: "Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada
di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir." (QS Qâf [50]:18)
Kebanyakan
dari kita tidak menyadari bahwa apa yang kita ucapkan akan ada
catatannya. Kita seenaknya saja berkata-kata. Bahkan terkadang kita
mengeluarkan kata-kata yang tidak disukai oleh Allah dan Rasul-Nya.
Alih-alih bisa menyejukkan hati orang yang mendengarnya, kata-kata yang
keluar dari mulut kita kebanyakan kata-kata yang bisa menjadikan hati
membatu, lebih jauhnya lagi memicu permusuhan dan pertengkaran. Baik
kita melakukannya secara langsung maupun melalui alat-alat komunikasi.
Sekarang
ini, tidak sedikit orang yang dijebloskan ke penjara hanya gara-gara
menuliskan sebuah kalimat di jejaring sosial yang mengandung pelecehan.
Di dunia saja kata-kata yang kita ucapkan sudah diperhitungkan orang
lain, apalagi di akhirat kelak. Ingat pepatah mengatakan “mulutmu adalah
harimaumu.” Oleh karena itu, kita harus pandai-pandai menjaga lisan
kita. Jika lisan kita terjaga maka kita akan selamat.
Islam
telah memberikan peraturan kepada kita dalam segala aspek kehidupan.
Termasuk dalam cara berbicara atau berkomunikasi. Rasulullah Saw.
Mengaitkan kesempurnaan iman seseorang dengan perkataan yang keluar dari
lisannya. Beliau bersabda: "Siapa saja yang beriman kepada Allah dan
hari akhir maka berkatalah yang baik atau diamlah.” (HR Bukhari dan
Muslim).
Perkataan yang baik adalah perkataan yang mengandung
hikmah dan bisa mendekatkan diri kepada Allah. Dan contoh terbaik yang
bisa kita ikuti dalam bertutur adalah Rasulullah Saw, para sahabat dan
salafushalih. Ada beberapa etika yang harus kita perhatikan dalam
berbicara atau bercakap-cakap dengan orang lain. Dalam al-Wafi
disebutkan beberapa etika berbicara, diantaranya:
#1 Hendaklah
kita membicarakan sesuatu yang bermanfaat, dan menahan diri dari
pembicaraan yang mengandung sesuatu yang diharamkan. Allah Swt
berfirman: "Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan
perkataan) yang tiada berguna," (Qs al-Muminûn [23]:3). Lagha dalam ayat
ini maksudnya adalah perkatataan/pembicaraan yang bathil, seperti
ghibah, namimah, dan sebagainya.
#2 Hendaklah kita tidak banyak
membicarakan hal-hal yang mubah, karena akan menjurus kepada sesuatu
yang haram dan makruh. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah
kalian banyak berkata-kata kecuali perkataan yang mengandung
dzikrullah, karena banyak berkata-kata yang tidak mengandung dzikrullah
akan membuat hati membatu, sedangkan sejauh-jauhnya manusia adalah orang
yang keras hatinya.” (HR Tirmidzi dari Ibnu ‘Umar).
Dalam sebuah
riwayat ‘Umar ra.berkata,”Siapa saja yang banyak berbicara/berkata-kata
maka akan sering pula ia tergelincir, siapa saja yang banyak
tergelincir maka akan banyak pula dosanya, dan siapa saja yang dosanya
maka nerakalah tempat yang lebih utama baginya.”
#3 Hendaklah
kita berbicara sesuai dengan kebutuhan, atau dalam rangka menerangkan
kebenaran, dan amar makruf nahyi mungkar, sehingga diharapkan dari hal
tersebut kita dapat mengambil pelajaran berupa sifat-sifat yang mulia
dan meninggalkan perbuatan maksiat, karena jika diam/ tidak banyak
mengomentari kebenaran dengan komentar yang bukan-bukan maka setan pun
akan termangu dan tidak akan bisa berbuat banyak.
Itulah
beberapa di antara etika berbicara yang harus kita perhatikan. Apalagi
di zaman sekarang ini, kebanyakan orang lebih senang membicarakan
sesuatu yang sia-sia dan lebih nyaman mendengarkan syair-syair yang
tidak bermutu daripada mendengarkan ayat-ayat suci dan menyebut-nyebut
asma Allah. Sehingga peluang untuk mendapatkan rahmat Allah terasa
sangat jauh. Dengan menjaga lisan kita dan membiasakannya untuk
mengeluarkan kata-kata yang bermakna dan bermanfaat maka kita memiliki
peluang yang sangat besar meraih keridoan dan rahmat-Nya.
Sumber : Republika.Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar