H. Akbar
Ketua Yayasan Arrafiiyah
“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara,
istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,
perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu
sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari
berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
fasik.”(QS. Attaubah [9]: 24).
Tak ada seorang pun di dunia
ini yang dapat hidup tanpa cinta. Hidup tanpa cinta adalah kehidupan
semu yang tidak bernilai. Hati yang kosong dari cinta adalah hati yang
beku dan keras. Jasad yang hidup tanpa cinta adalah jasad yang hidup
segan, mati tak mau. Setiap manusia hidup dengan cinta. Karena itulah
manusia yang kehilangan rasa cinta biasanya akan menjadi jasad yang mati
dan menderita depresi serta gangguan kejiwaan karena ia telah
kehilangan gairah hidup.
Karena itu, semakin besar rasa cinta,
semakin bertambah nilai dan detak kehidupan. Semakin besar keterikatan
seseorang dengan cinta, maka detak nadi kehidupannya pun akan semakin
bertambah.
Melalui ayat di atas, Allah SWT membuat permisalan
timbangan cinta. Cinta kepada bapak, anak, saudara, istri, keluarga,
harta kekayaan, perniagaan, dan tempat tinggal diletakkan pada piring
timbangan pertama. Kemudian, cinta kepada Allah, Rasul-Nya, dan jihad di
jalan-Nya diletakkan pada piring timbangan kedua. Jika piring timbangan
pertama lebih diunggulkan dari pada yang ke dua maka kehancuran bakal
menimpa.
Permisalan timbangan di atas menunjukkan perbandingan kekuatan cinta (quwwatul mahabbah).
Karena itu, Allah SWT tidak memerintahkan untuk sekadar mencintai-Nya
begitu saja. Tetapi, Dia menuntut hamba-Nya agar lebih mencintai-Nya
dari pada yang lain. Sebab, “Di antara manusia ada orang-orang yang
menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya
sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat
sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang
berbuat zhalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari
kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah
amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS Albaqarah [2]: 165).
Oleh karena itu, mencintai orang tua diwujudkan dengan birrul walidain.
Mencintai anak diwujudkan melalui kasih sayang. Mencintai saudara
diwujudkan melalui kerjasama dalam kebaikan. Mencintai istri diwujudkan
melalui keteladanan. Mencintai keluarga diwujudkan melalui jalinan
silaturahim. Mencintai harta kekayaan, perniagaan, dan tempat tinggal
diwujudkan sebagai sarana peningkatan penghambaan kepada-Nya. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar