H. Akbar
Ketua Yayasan Arrafiiyah
Kitab At Tawwabin yang ditulis oleh Ibnu Qudamah Al Maqdisi berisikan kisah orang-orang
yang bertaubat, kembali kepada Allah SWT, di antaranya adalah kisah
taubatnya Malik bin Dinar.
Walaupun
dia seorang muslim, masa lalu Malik bin Dinar jauh dari Allah SWT. Saat
itu, kehidupan Malik bin Dinar penuh dengan kesia-siaan, mabuk-mabukan,
maksiat, berbuat zhalim kepada manusia, dan lain sebagainya. Tidak ada
satu maksiat melainkan dia telah melakukannya.
Suatu saat Malik
bin Dinar melihat seorang anak perempuan berusia sekitar 3 atau 4 tahun.
Malik bin Dinar merasakan sesuatu yang berbeda ketika melihat gadis
kecil tersebut. Gadis kecil tersebut sangat manis dan indah dipandang.
Melihat gadis kecil itu membuat Malik bin Dinar pun keinginan untuk
memiliki anak. Sehingga Malik bin Dinar pun menikah.
Subhanallah,
atas rahmat-Nya, Malik bin Dinar pun Allah SWT karuniakan seorang anak
perempuan yang kemudian diberi nama Fathimah. Beliau sangat mencintai
Fathimah. Setiap kali Fathimah bertambah besar, bertambah pula keimanan
di dalam hati Malik bin Dinar, dan semakin sedikit maksiat di dalam
hatiku. Beliau mendekatkan diri kepada Allah SWT selangkah demi
selangkah dan mulai menjauhi maksiat sedikit demi sedikit. Hidup Malik
bin Dinar berubah menjadi lebih baik.
Malik bin Dinar merasakan
adanya harapan baru dalam hidupnya dengan keberadaan Fathimah. Namun
ternyata Allah SWT berkehendak lain. Ketika genap tiga tahun, Fathimah
sakit, dan semakin parah. Allah SWT pun memanggil Fathimah ke sisi-Nya.
Fathimah meninggal dunia.
Malik bin Dinar tidak bisa menerima
kenyataan tersebut. Maka Malik bin Dinar pun berubah menjadi orang yang
lebih buruk dari sebelumnya. Beliau belum memiliki sikap sabar yang ada
pada diri seorang mukmin yang dapat menguatkan di atas cobaan musibah.
Maka
Malik bin Dinar bertekad untuk mabuk dan meminum khamr sepanjang malam.
Malik bin Dinar mabuk-mabukan dengan mabuk yang belum pernah beliau
lakukan sebelumnya hingga beliau tidak sadarkan diri dan beliau pun
tertidur.
Saat tidur beliau bermimpi. Di alam mimpi tersebut Malik
bin Dinar berada pada hari kiamat. Sangat menakutkan! Matahari telah
gelap, lautan telah berubah menjadi api, dan bumi pun telah berguncang.
Manusia pun dibangkitkan dan dikumpulkan. Malik bin Dinar mendengar
malaikat memanggil nama dari setiap orang untuk menghadap Al Jabbar.
Kemudian beliau mendengar malaikat memanggil nama beliau dan berkata,
“Mari menghadap Al Jabbar!” Beliau sangat ketakutan. Tiba-tiba
manusia-manusia di sekitar beliau menghilang, hanya beliau seorang diri
di Mahsyar.
Kemudian Malik bin Dinar melihat seekor ular besar
datang ke arahnya dengan membuka mulutnya. Beliau pun lari karena sangat
ketakutan. Lalu beliau mendapati seorang laki-laki tua yang lemah.
Malik bin Dinar pun berkata, “Orang tua, selamatkanlah aku dari ular
ini!” Orang tua tersebut menjawab, “Aku lemah, aku tak mampu, akan
tetapi larilah kearah gunung sana, mudah-mudahan engkau selamat!”
Malik
bin Dinar pun terus berlari menuju gunung tersebut. Kemudian beliau
melihat di atas gunung tersebut terdapat anak-anak kecil dan beliau
mendengar semua anak tersebut berteriak, “Wahai Fathimah tolonglah
ayahmu, tolonglah ayahmu!”
Malik bin Dinar mengenali bahwa dia
adalah Fathimah, putrinya. Maka Fathimah pun menghampiri Malik bin Dinar
dan kemudian Fathimah mengusir ular dengan tangannya.
Malik bin
Dinar bertanya kepada Fathimah, “Apa yang terjadi, wahai Anakku?”
Fathimah berkata kepada Malik bin Dinar, “Ayah, apakah engkau tidak
mengetahui bahwa perbuatan kita di dunia akan hadir di hari kiamat dalam
bentuk fisik yang nyata?”
“… Wawajadu maa ‘amilu haadhiraa …”
“… Mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan hadir di hadapan mereka…” (QS Al Kahfi: 49)
“Ayah,
ular itu adalah amal burukmu, engkau telah membesarkan dan
menumbuhkannya hingga hampir memakanmu. Dan lelaki yang lemah tersebut
adalah amal shalihmu, engkau telah melemahkannya hingga dia tidak mampu
melakukan sesuatu untuk membantu kondisimu.”
“Ayah, belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk khusyu’,
menundukkan hati mengingat Allah mematuhi kebenaran yang telah
diwahyukan?”
“Alam ya’ninil ladzina amanu an takhsya’a qulubuhum li dzikrillah wa ma nazala minal haq…”
“Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk khusyu’,
menundukkan hati mereka mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang
telah diwahyukan kepada mereka…” (QS Al Hadid: 16)
Malik bin
Dinar pun terbangun dari tidurnya dan berteriak, “Wahai Rabbku, sudah
saatnya, sudah datang waktunya, wahai Rabbku!” Lantas beliau berwudhu
dan pergi ke masjid untuk shalat subuh.
Di dalam shalat subuh, ternyata imam membaca ayat yang sama,
“Alam ya’ninil ladzina amanu an takhsya’a qulubuhum li dzikrillah wa ma nazala minal haq…”
“Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk khusyu’,
menundukkan hati mereka mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang
telah diwahyukan kepada mereka…” (QS Al Hadid: 16)
Sejak saat
itu Malik bin Dinar menjadi seorang shalih dari kalangan tabi’in. Malik
bin Dinar sering mengatakan, “Kasihan orang-orang di dunia ini, yaitu
mereka yang hidup di dunia ini tapi tidak merasakan sesuatu yang paling
manis dalam hidup ini.”
Apa sesuatu yang paling manis dalam hidup ini? Malik bin Dinar mengatakan, “Senantiasa mengingat Allah dan mematuhi-Nya.”
Banyak
hikmah dalam kisah Malik bin Dinar, tetapi pada tulisan pendek ini aku
ingin mengingatkan diri sendiri dan juga ikhwah fillah tentang sebuah
ayat,
“… Wawajadu maa ‘amilu haadhiraa …”
“… Mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan hadir di hadapan mereka…” (QS Al Kahfi: 49)
Pernahkah kita memikirkan, apa yang akan hadir dan menemani kita nanti di akhirat?
Aku tergelitik dengan perkataan seseorang, “Gw udah pacaran sama dia hampir 5 tahun.”
Entah
bagaimana membayangkan wujud yang akan hadir di hari kiamat dari
perbuatan pacaran 5 tahun. Shalat aja satu hari semalam hanya 5 menit x
5, yaitu 25 menit.
Jika usia kita 20 tahun, anggap saja baligh
pada usia 13 tahun, berarti kita shalat selama: 7 tahun x 365 hari x 25
menit, yaitu 63875 menit atau 1064,83 jam atau senilai 44,3576 hari.
Tidak sampai 50 hari. Terus, apakah shalat kita
pasti diterima? Mengenai pacaran, padahal ulama sepakat bahwa hubungan
lawan jenis di luar pernikahan adalah haram.
“Wa laa taqrabu zinaa …”
“Jangan dekati zina …” (QS Al Isra: 32)
Jangan
mendekati zina merupakan salah satu larangan Allah SWT. Bagaimana
dengan pacaran yang di dalamnya terdapat berbagai zina; zina mata, zina
hati, zina dengan bersentuhan, dan bahkan ada yang sampai berhubungan
badan?
Rasulullah saw bersabda, “Setiap anak Adam telah
ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak
bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga
dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah
dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati
adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang
nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR Muslim)
Ini baru satu kasus, pacaran.
Lho kok jadi ngomongin pacaran?
Mau
ngomongin contoh yang lain juga tafadhal. Ada yang mau kasih contoh
lain? Ghibah? Setiap hari seberapa sering kita ghibah saudara kita? Atau
bagi perempuan misalnya, berapa lama mereka tidak memakai jilbab. Jika
kita muhasabah, rasanya terlalu banyak dosa yang kita perbuat… Tafadhal
direnungkan …
Tapi begitu pengasihnya Allah SWT kepada kita. Rasulullah saw bersabda, “Setiap manusia adalah pendosa dan sebaik-baik pendosa adalah yang bertaubat.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah)
Pilihan ada di kita, ingin bertaubat atau tidak …
Semoga Allah SWT mengampuni dosa kita dan memasukkan kita ke dalam surga… Semoga Allah SWT ridha… Amiiin…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar