H. Akbar
Ketua Yayasan Arrafiiyah
Sebuah media berita mengabarkan tentang jatuhnya pesawat terbang.
Laporan awal menyatakan jatuhnya pesawat jet di Sungai Hudson dekat
Manhattan, New York, Jumat (16/1/09) WIB disebabkan menabrak sekawanan
burung. Hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana mungkin hewan kecil
yang terbang sanggup “menjatuhkan” pesawat terbang berbadan besar?
Menurut laporan Bird Strike Committee AS, lebih dari 200 orang tewas di
seluruh dunia akibat tabrakan hewan liar dengan pesawat terbang sejak
1988. Lebih dari 5.000 tabrakan dengan burung dilaporkan ke Angkatan
Udara AS sejak 2007.
Tabrakan antara pesawat dengan burung yang terbang terjadi ketika
pesawat berposisi dekat dengan daratan, artinya menjelang lepas landas
atau saat hendak mendarat, ketika mesin jet bekerja pada kondisi penuh.
Menurut laporan LiveScince.com, insiden itu berdampak serius karena
ketika burung, biasanya jenis angsa, camar, atau “raptor”, terisap masuk
ke mesin jet dan membuat macet baling-baling. Dampaknya, baling-baling
tidak berputar sempurna atau macet sama sekali sehingga menyebabkan
kegagalan mesin.
Mesin pada pesawat mempunyai daya isap yang sangat kuat. Jika burung
tersedot, blades (kumpulan lempengan logam) di mesin pesawat turbo yang
tersusun seperti kipas angin bisa patah. Burung jenis belibis atau
burung ukuran besar lainnya bisa berbahaya bagi penerbangan. Apabila
salah satu lempengan patah, bisa menyepak lempengan lainnya. Hal ini
sudah cukup untuk membuat mesin pesawat mati.
Insiden di Sungai Hudson yang menimpa pesawat US Airways dengan nomor
penerbangan 1549 (Airbus 320) terjadi saat pesawat hendak lepas landas
dengan 150 penumpang dan kru dari Bandara La Guardia di New York dengan
tujuan Charlotte, N.C.
Menurut laporan CBS News, insiden itu terjadi karena pesawat menabrak
sekawanan angsa yang terbang rendah. Beruntung insiden itu tak
menyebabkan korban jiwa.
Pesawat berbadan besar telah disertifikasi untuk tetap bisa terbang
meski menabrak burung seberat 4 pound (lebih kurang 2 kg). Namun,
sekitar 36 spesies burung di Amerika Utara memiliki bobot lebih dari
itu. Bahkan, burung yang lebih kecil lagi seperti jenis jalak, tetap
bisa berdampak pada kegagalan mesin.
Semakin besar perbedaan kecepatan pesawat dengan burung, semakin besar
pula dampak tabrakan itu terhadap pesawat. Bobot seekor burung juga
menjadi faktor, namun faktor terbesar tetap pada perbedaan kecepatan
tersebut. Tabrakan dengan sekawanan burung bahkan berdampak lebih buruk,
karena menyebabkan kerusakan ganda.
Dale Oderman, profesor di teknologi penerbangan Universitas Purdue
Indiana mengatakan, burung bisa sangat berbahaya terhadap penerbangan.
Hal itu terutama pada ketinggian beberapa kaki setelah lepas landas, di
mana burung-burung tengah terbang pada ketinggian sesuai.
“Angsa atau burung besar lainnya lebih berbahaya ketimbang burung yang
kecil. Kecepatan dua benda itu sangat memengaruhi kondisi mesin pesawat.
Mesin sangat rapuh atau rawan terhadap benturan terhadapnya,” kata
Oderman.
Jika burung terlalu dekat dengan pipa saluran udara pada mesin, maka ibarat selang, burung itu akan terisap masuk ke dalamnya.
Dalam kasus di Sungai Hudson, kawanan burung itu merusak kedua mesin
pesawat. Karena itu, bandar udara harus menjadi tempat yang tidak
didatangi burung, misalnya dengan tidak menanam pohon di dekat lintasan
pesawat. Hanya saja, kata Oderman, karena Bandara La Guardia berada
dekat dengan sungai, maka banyak burung yang berada di dekat sumber air.
Jadi, demikianlah, burung memang bisa menjatuhkan pesawat.
> Untuk apa kita merasa bangga dengan kecanggihan teknologi, kalau
ternyata seekor burung pun mampu meluluhlantakkan pesawat terbang yang
besarnya ribuan kali lipat darinya. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas
orang-orang yang sombong.
Sumber: www.pikiran-rakyat.com (dan tambahan dari sumber lainnya).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar