H. Akbar
Ketua Yayasan Arrafiiyah
Suatu pagi seekor bebek berjalan berdampingan dengan seekor kambing di pasar
desa. Melihat ada tumpukan telur bebek yang dijual oleh seorang
pedagang, sang bebek berkata ringan ‘wek wek wek, wek wek wek…’ yang
artinya kurang lebih ‘itulah karyaku, itulah karyaku…’. Sambil terus
berjalan keduanya kemudian melihat ada pedagang lain yang sedang
menggantung karkas kambing yang baru dipotongnya. Dengan suaranya yang
berat dan bergetar, sang kambing berkata ‘mbek, mbeek, mbeeek…’, yang artinya kurang lebih ‘itulah pengorbananku, pengorbanan keluargaku, pengorbanan bangsaku…’.
Bagi
seekor bebek menghasilkan telur adalah pekerjaannya sehari-hari, dia
melakukan rutinitas bertelur ini dengan ringan – tanpa beban dan tanpa
perlu komitmen yang besar. Situasinya sangat berbeda bagi kambing,
menghasilkan daging adalah suatu perwujudan pengorbanan dan komitmen
yang luar biasa. Kambing hanya bisa menghasilkan daging dengan
mengorbankan dirinya!
Dalam bekerja ataupun berusaha, kita juga
mengalami suatu kondisi yang seperti telur bebek dan daging kambing
tersebut. Ada yang melaksanakan pekerjaannya hanya sekedar rutinitas
harian, pagi pergi ke kantor melaksanakan apa yang harus dilaksanakannya
sesuai job description yang dia miliki – kemudian sore hari pulang.
Begitu seterusnya hari demi hari dilalui sebagai rutinitas, ringan,
tanpa beban dan tanpa komitmen pengorbanan yang besar.
Tetapi ada
pula orang-orang yang bekerja atau berusaha di segala bidang dengan
total commitment, dia memperjuangkan nilai atau sesuatu yang lebih dari
sekedar bekerja untuk mendapatkan penghasilan, bahkan dia rela untuk
mengorbankan dirinya untuk ini.
Di segala bidang pekerjaan,
selalu ada orang yang masuk kategori pertama maupun kategori kedua.
Bahkan di kelompok pengusaha atau yang ingin disebut dirinya
pengusaha-pun ada yang seperti bebek tersebut, sekedar melaksanakan
rutinitas – tanpa komitmen apalagi pengorbanan.
Saya mengenal ada
seorang dokter kandungan yang luar biasa, dia bekerja siang malam tidak
mengenal lelah. Dia selalu siap dipanggil jam berapapun – bila
pasiennya membutuhkannya, dan bahkan rela meninggalkan liburan bersama
keluarganya untuk menolong pasiennya yang akan melahirkan. Baginya
bekerja lebih dari sekedar mencari nafkah, dia tidak mengenal lelah
untuk bekerja karena setiap saat berangkat menolong kelahiran jam
berapapun (24/7/365) – dia niatkan saat itu dia sedang berusaha sekuat
tenaga untuk bisa membantu menyelamatkan dua nyawa sekaligus, nyawa si
bayi dan nyawa si ibunya sendiri.
Kita juga mengenal sangat
banyak melalui media, bahwa di tengah tanggung jawab besar untuk
menyelamatkan rakyat dari kemiskinan dan keterpurukan, wakil-wakil
terhormat kita malah malas bersidang. Kalau toh mereka hadir sidang,
mereka asyik bercengkerama satu sama lain, browsing internet, chatting,
baca koran, tidur dan bahkan ada yang tertangkap basah sedang nonton
video porno. Mereka punya tanggung jawab besar, tetapi disikapinya tanpa
komitmen apalagi pengorbanan – bagi mereka pekerjaan itu adalah
rutinitas semata, berangkat kantor, menunggu (membuang ) waktu,
menikmati fasilitas dan tanpa beban. Tentu tidak semuanya demikian,
tetapi citra demikian mudah kita peroleh dari berbagai media dan berita.
Yang bisa kita ambil pelajaran adalah bahwa baik yang bekerja sekedar melaksanakan rutinitas maupun yang bekerja dengan full commitment dan
pengorbanan, waktu yang tersedia itu sesungguhnya sama. Hanya saja yang
bekerja melaksanakan rutinitas semata akan merasa waktu itu panjang,
maka dia berusaha membuang waktu dengan membaca koran, chatting dan
sejenisnya.
Sebaliknya yang bekerja dengan full commitment seperti
dokter kandungan yang saya ceritakan di atas, waktu terasa tidak pernah
cukup baginya. Dia hanya sempat membaca pesan-pesan penting dari
hp-nya, jangankan chatting atau browsing yang nggak perlu – baca
koran-pun dia jarang sempat.
Hanya diri kita sendiri yang tahu,
termasuk pekerja yang mana kita ini. Kita semua mempunyai waktu yang
sama, tergantung kita untuk memanfaatkannya. Apakah akan kita buat rutin
dan longgar sehingga waktu terasa lama dan membosankan. Atau kita isi
dengan penuh komitmen dan pengorbanan sehingga waktu terasa padat dan
bahkan terasa tidak pernah cukup.
Lebih dari itu semua, Di mata
Allah niat yang akan membedakannya sebagaimana hadits Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berikut: “Pada suatu hari, ketika
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sedang berjalan bersama dengan
para sahahat, tiba-tiha mereka menyaksikan seorang pemuda yang nampak
gagah perkasa sedang bekerja keras membelah kayu bakar. Dan beberapa
sahahat pun berkomentar: “Celakalah pemuda itu. Mengapa keperkasaannya
itu tidak digunakan untuk Sabilillah (jalan Allah)?” Lantas, Rasulullah
SAW bersabda “Janganlah kalian berkata demikian. Sesungguhnya bila ia
bekerja untuk menghindarkan diri dari meminta-minta (mengemis), maka ia
berarti dalam Sabilillah. Dan jika ia bekerja untuk mencari nafkah serta
mencukupi kedua orang tuanya atau keluarganya yang lemah, maka iapun
dalam Sabilillah. Namun jika ia bekerja hanya untuk bermegah-megahan
serta hanya untuk memperkaya dirinya, maka ia dalam Sabilisy syaithan
(jalan setan)””.
Mudah-mudahan ini bisa menyemangati kita
dalam bekerja, sekaligus meluruskan niat – agar pekerjaan ini bisa masuk
kedalam kategori Fi Sabilillah. Insyaallah.*
by :Muhaimin Iqbal
Direktur Gerai Dinar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar