H. Akbar
Ketua Yayasan Arrafiiyah
Dalam Al Quran dan Hadis diungkapkan beberapa perilaku yang
berkaitan dengan kemiskinan, baik perilaku individu maupun perilaku yang
terbentuk secara kolektif. Mari kita mengaca pada perilaku tersebut:
Pertama, kufur nikmat, yakni tidak mensyukuri nikmat
Allah SWT. Salah satu bentuk kufur nikmat adalah salah urus terhadap
nikmat kekayaan alam yang dieksplorasi secara tidak bertanggung jawab
dan disalahgunakan sehingga bukan lagi untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat. Allah berfirman, "Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan
(dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya
datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduknya)
mengingkari ni'mat-ni'mat Allah; karena itu Allah merasakan kepada
mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu
mereka perbuat." (QS. An-Nahl: 112).
Kedua, lemahnya etos kerja, mudah putus asa,
bakhil/kikir, dan sifat-sifat buruk lainnya. Allah berfirman:
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (1) (yaitu)
orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya (2) dan orang-orang yang
menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna (3)
dan orang-orang yang menunaikan zakatnya (4).” (QS. Al-Mukminun: 1-4).
Dalam hadis diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW mengajarkan doa kepada
umatnya: "Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari lemah pendirian, sifat
malas, penakut, kikir, hilangnya kesadaran, terlilit utang dan
dikendalikan orang lain.”. Dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa
kubur, dan dari fitnah (ketika) hidup dan mati". (HR. Bukhari dan
Muslim).
Ketiga, hilangnya/menipisnya tanggung jawab sosial
dan kepedulian kepada sesama. Dalam sebuah hadits masyhur riwayat
al-Ashbahani, Rasulullah Saw. menyatakan: "Sesungguhnya Allah SWT telah
mewajibkan atas hartawan muslim suatu kewajiban zakat yang dapat
menanggulangi kemiskinan. Tidaklah mungkin terjadi seseorang fakir
menderita kelaparan atau kekurangan pakaian, kecuali oleh sebab
kebakhilan yang ada pada hartawan muslim. Ingatlah, Allah SWT akan
melakukan perhitungan yang teliti dan meminta pertanggungjawaban mereka
dan selanjutnya akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih."
Hadits tersebut memberikan isyarat bahwa kemiskinan bisa timbul
akibat pola kehidupan yang timpang, struktur kehidupan ekonomi yang
tidak adil, serta merosotnya rasa kesetiakawanan di antara sesama umat,
terutama dari golongan aghniya terhadap kelompok dhu'afa.
Dalam kaitan di atas, menarik pernyataan dari Susan George (How the
Other Half Dies, Montaclair, Allan Held, Osmund and Con. 1981), Lapoe
dan Colin (Food First , New York, Ballantine Books, 1978), bahwa
penyebab utama kemiskinan adalah ketimpangan sosial ekonomi karena
adanya sekelompok kecil orang-orang yang hidup mewah di atas penderitaan
orang banyak, dan bukannya diakibatkan oleh semata-mata kelebihan
jumlah penduduk (over population).
Keempat, merajalelanya sifat khianat di lingkungan
anggota masyarakat, dan lebih berbahaya kalau sifat khianat terjadi pada
orang-orang yang memegang kekuasaan untuk mengurus kepentingan
masyarakat. Rasulullah SAW bersabda: “Sifat amanah itu akan menarik
(mendatangkan) rizki, dan sifat khianat itu akan menarik (mendatangkan)
kefakiran.” (HR. Thabrani).
Berbicara kemiskinan, tidak dapat dilepaskan dari peran zakat, infaq,
dan shadaqah, sebagaimana diutarakan dalam point ketiga di atas. Jika
zakat, infaq dan shadaqah dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan ditata
dengan baik, pengumpulan maupun pendistribusiannya, akan mampu
menanggulangi kemiskinan yang dihadapi sebagian umat. Upaya
mengoptimalkan peran ZIS di negara kita dilakukan melalui empat langkah,
meliputi: (a) Sosialisasi tentang makna, hikmah, obyek zakat, dan
sebagainya. (b) Penguatan regulasi dan kelembagaan pengelola zakat
sebagai institusi yang harus berwibawa, terpercaya, transparan, terbuka,
profesional, melayani umat secara full-time, dan sebagainya, (c)
Program pendayagunaan zakat yang tepat sasaran, dan (d) Pengembangan
sinergi dan kerjasama di antara semua pemangku kepentingan
(stakeholders) perzakatan, baik pemerintah maupun masyarakat.
Kesimpulannya, untuk menanggulangi kemiskinan
diperlukan pendekatan yang komprehensif. Yaitu upaya perbaikan yang
berasal dari luar dan upaya perubahan sikap mental dari dalam diri
orang-orang miskin. Sebab itu, tugas sebagai amil zakat dalam
mendistribusikan dan mendayagunakan zakat tidak sekadar membagi-bagikan
uang kepada orang-orang miskin, tetapi juga dalam rangka membina,
mendorong dan mengarahkan mereka agar bisa mandiri dan terbebas dari
kemiskinan.
by : Prof. Didin Hafidhuddin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar