H. Akbar
Ketua Yayasan Arrafiiyah
Kita diperintahkan untuk terus beramal dan berkarya. Allah melihat
proses dan kesungguhan kita beramal, sedang hasil kita serahkan pada
Allah
Pernahkan Anda mendengar keluhan seperti ini, “Memang sudah suratan
takdir, biarlah usaha yang kita dirikan berkembang apa adanya, bahkan
kita patut bersyukur usaha kita tidak tutup.”
Atau keluhan ini, “Wah, ingin bagaimana lagi, mungkin takdir kita
tidak bisa berbusana Muslimah, kantor melarang kita memakainya. Kalau
keluar kita mau kerja apa? Bukankah mencari kerja itu sulit?”
Keluhan-keluhan tersebut mungkin pernah terlontar dari sebagian kita.
Sebagai Muslimah terkadang langkah kita terhenti di tengah jalan.
Banyak faktor yang melatarbelakanginya, tapi sayangnya ada yang
menjadikan takdir sebagai terminal akhir tuduhan dari keterpurukan.
Jarang yang mau berlapang dada melihat kegagalan yang menimpa dari sudut
kelemahan diri, sehingga mencari-cari alasan pembenaran yang justru
melemahkan iman.
Anggapan bahwa wanita lemah secara fisik dibanding pria memang tidak
bisa dipungkiri dan itu takdir, namun lemah ruhiyah itu bukan takdir.
Karena Allah menciptakan manusia, baik laki-laki dan wanita, pada
esensinya hanya untuk beribadah kepada-Nya. Dan pengamalannya
disesuaikan dengan kodratnya masing masing.
Sejatinya, banyak di antara kita yang kurang paham akan pengertian
takdir itu sendiri. Celakanya, tak sedikit yang menggunakan kata takdir
untuk bersembunyi dan menghindar dari kewajiban agama yang harus
diemban.
Bukan takdir namanya bila tak bisa berbusana muslimah, lantaran
tempat kita bekerja melarangnya. Bukankah bumi Allah itu luas dan rezeki
Allah itu tersebar di muka bumi? Tergantung bagaimana kita mencarinya.
Sesungguhnya, iman kitalah yang memegang peranan apakah kita sanggup
untuk mempertahankan busana muslimah atau tidak.
Dan kita tidak bisa sepenuhnya bersembunyi di balik kata takdir, bila
usaha atau sekolah yang kita rintis tidak berkembang sebagaimana
mestinya. Kita jarang mengakui kegagalan dan berkelit atas nama takdir,
untuk ketidakoptimalan kita dalam mengelola suatu usaha. Kalau kita mau
bersabar dan berbenah diri, insya Allah, keberhasilan akan kita raih.
Bukankah kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda?
”Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Ar-Ra’d [13] :
11)
Hidup Adalah Pilihan
Pilihan adalah kata kunci dalam setiap keadaan hidup. Kita harus
menghadapi pilihan-pilihan hidup. Dan memang hidup adalah berbilah
pilihan. Kebaikan akan bersaing dengan kejahatan, kebenaran akan
bersaing dengan kebatilan, putih akan bersanding dengan hitam, keindahan
akan bersaing dengan keburukan, kegagalan akan bersanding dengan
keberhasilan.
Dan yang pasti hidup itu tidak abu-abu. Maksudnya, tidak ada wilayah
samar-samar. Jika kita tak berada dalam kebenaran, maka sudah pasti ada
pada bagian kebathilan. Jika kita tidak baik, maka kita adalah jahat,
pun jika kita tidak menyukai keindahan, maka sesungguhnya kita menyukai
keburukan.
Pada sisi lain, bukankah Allah telah memberi fasilitas dan perangkat
pada manusia agar tak salah jalan dalam menapaki kehidupan? Ada panca
indera untuk memperoleh informasi. Ada akal untuk mengolah, menganalisa,
dan membuat kesimpulan dari yang ditangkap pancaindra. Hati nurani juga
bisa merasakan kebenaran. Wahyu atau al-Qur`an adalah petunjuk yang
pasti bagi manusia berupa jalan kebaikan dan keburukan.
Demikian pula bila kita memilih jalan keberhasilan sebagai
sunnatullah yang telah ditetapkan, seperti pandai kalau rajin dan sukses
jika menjalankan bisnis dengan sungguh-sungguh.
Namun apabila kita telah berusaha menempuh jalan itu, tapi hasilnya
tidak sesuai dengan keinginan, berbaik sangkalah pada takdir Allah.
Karena pada bagian-bagian takdir yang tak pernah kita sukai, sejatinya
adalah tetap menjadi takdir-takdir terbaik yang telah diciptakan-Nya,
untuk mendidik kita menjadi semakin baik.
Teruslah Beramal
Janganlah berhenti bila bertemu kendala dalam langkah amal saleh kita.
Pada keadaan tertentu, kita seakan dipaksa untuk menerima takdir yang
telah ditetapkan. Tetapi janganlah menyerah, karena kita diperintahkan
untuk terus beramal dan berkarya. Karena Allah melihat proses dan
kesungguhan kita beramal, sedang hasil kerja kita serahkan pada Allah.
Seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Tidak cukupkah kita menyerahkan diri kepada catatan takdir
saja, dan tidak perlu beramal?”
Maka beliau bersabda: “Beramallah, karena masing masing akan
dimudahkan. Adapun orang-orang yang ditulis berbahagia, maka mereka akan
dimudahkan melakukan amalan-amalan orang orang yang berbahagia.
Sedangkan orang-orang yang ditulis celaka, maka mereka akan dimudahkan
melakukan amalan-amalan orang orang yang celaka. Kemudian beliau membaca
ayat, ‘Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan
bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami
kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang
yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang
terbaik, maka kelak kami akan menyiapkan baginya jalan yang sukar’.”
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
Istri-istri Rasulullah, putrinya dan para shahabiyyah yang hidup di
masa itu begitu bersemangat melakukan amal saleh, meski tidak sedikit
kendala yang merintangi. Mereka tidak berdiam diri menggantungkan
hidupnya pada takdir. Bahkan Fatimah putri Rasulullah yang telah
ditetapkan menjadi penghuni surga, begitu getol beramal. Beliau
merelakan kalung pemberian ibunda Khadijah untuk perjuangan Islam.
Zainab al Jahsy istri Rasulullah tekun menenun kain, kemudian hasil
kerajinan tangannya disedekahkan. Begitupun istri-istri Nabi lainnya dan
para shahabiyyah, sangat suka beribadah dan beramal saleh, walau harus
meretas rintangan yang melelahkan jiwa.
Janganlah menyerah dengan kendala yang menghadang. Teruslah membuat
proyek-proyek akhirat, apapun posisi kita saat ini. Baik sebagai ibu
rumah tangga yang melahirkan generasi Rabbani yang unggul, guru yang
mendidik muridnya menjadi mujahid yang tangguh, pengusaha yang menyuplai
dana bagi perjuangan Islam atau ladang amaliah lain yang menjunjung
tinggi tegaknya peradaban Islam.
Teruslah beramal! Karena hidup ini adalah karya yang dicipta, misi
yang dilakukan, ruang ikhtiar dioptimalkan. Sedang masa depan adalah hal
gaib yang secara sunnatullah tercipta dari apa yang kita lakukan saat
ini. Masa depan adalah tujuan atau visi yang dituju dalam rentetan
perjalanan hidup dari waktu ke waktu. Sedang sesuatu yang telah terjadi
atau masa lalu, baik itu berupa kegagalan dalam hidup atau keberhasilan,
dijadikan cermin dan ibrah untuk melangkah ke depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar