Cara pertama mentarbiyah anak adalah mencari,
membentuk lingkungan yang sholeh/sholehah. Lingkungan yang bisa
membentuk itu bagi Nabi Ibrahim adalah Baitullah [rumah Allah], dan
kalau kita adalah masjid [rumah Allah]. Maka, kita bertempat tinggal
dekat dengan masjid atau anak-anak kita lebih sering ke masjid, mereka
mencintai masjid. Bukankah salah satu golongan yang mendapat naungan
Allah di saat tidak ada lagi naungan adalah pemuda yang hatinya
cenderung kepada masjid.
Kendala yang mungkin kita akan
temukan adalah teladan—padahal belajar yang paling mudah itu adalah
meniru—dari ayah yang berangkat kerjanya ba’da subuh yang mungkin tidak
sempat ke masjid dan pulangnya sampai rumah ba’da Isya, praktis anak
tidak melihat contoh shalat di masjid dari orang tuanya. Selain itu,
kendala yang sering kita hadapi adalah mencari masjid yang ramah anak,
para pengurus masjid dan jamaahnya terlihat kurang suka melihat anak dan
khawatir terganggu kekhusu’annya, dan ini dipengaruhi oleh
pengalamannya selama ini bahwa anak-anak sulit untuk tertib di masjid.
Cara kedua
adalah mentarbiyah anak agar mendirikan shalat. Mendirikan shalat ini
merupakan karakter umat Muhammad saw sebagaimana yang uraian di atas.
Nabi Ibrahim bahkan lebih khusus di ayat yang ke-40 dari surat Ibrahim
berdoa agar anak keturunannya tetap mendirikan shalat. Shalat merupakan
salah satu pembeda antara umat Muhammad saw dengan selainnya. Shalat
merupakan sesuatu yang sangat penting, mengingat Rasulullah saw
memberikan arahan tentang keharusan pembelajaran shalat kepada anak:
suruhlah anak shalat pada usia 7 tahun, dan pukullah bila tidak shalat
pada usia 10 tahun. Rasulullah saw membolehkan memukul anak di usia 10
tahun kalau dia tidak melakukan shalat dari pertama kali disuruh di usia
7 tahun. Ini artinya ada masa 3 tahun, orang tua untuk mendidik
anak-anaknya untuk shalat. Dan waktu yang cukup untuk melakukan
pendidikan shalat.
Proses tarbiyah anak dalam melakukan
shalat, sering mengalami gangguan dari berbagai kalangan dan
lingkungan. Dari pendisiplinan formal di sekolah dan di rumah, kadang
membuat kegiatan [baca: pendidikan] shalat menjadi kurang mulus dan
bahkan fatal, terutama cara membangun citra shalat dalam pandangan
anak. Baru-baru ini, ada seorang suami yang diadukan oleh istrinya
tidak pernah shalat kepada ustadzahnya, ketika ditanya penyebabnya,
ternyata dia trauma dengan perintah shalat. Setiap mendengar perintah
shalat maka terbayang mesti tidur di luar rumah, karena ketika kecil
bila tidak shalat harus keluar rumah. Sehingga kesan yang terbentuk di
kepala anak kegiatan shalat itu tidak enak, tidak menyenangkan, dan
bahkan menyebalkan. Kalau hal ini terbentuk bertahun-tahun tanpa ada
koreksi, maka sudah bisa dibayangkan hasilnya, terbentuknya seorang
anak [muslim] yang tidak shalat.
Cara ketiga
adalah mentarbiyah anak agar disenangi banyak orang. Orang senang
bergaul dengan anak kita, seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah
saw: “Berinteraksilah dengan manusia dengan akhlaq yang baik.” [HR.
Bukhari]. Anak kita diberikan cerita tentang Rasulullah saw, supaya
muncul kebanggaan dan kekaguman kepada nabinya, yang pada gilirannya
menjadi Rasulullah menjadi teladannya. Kalau anak kita dapat meneladani
Rasulullah saw berarti mereka sudah memiliki akhlaq yang baik
karena—sebagaimana kita ketahui—Rasulullah memiliki akhlaq yang baik
seperti pujian Allah di dalam al-Quran: “Sesungguhnya engkau [Muhammad]
berakhlaq yang agung.” [Al-Qalam, 68: 4]
Cara keempat
adalah mentarbiyah anak agar dapat menjemput rezki yang Allah telah
siapkan bagi setiap orang. Anak ditarbiyah untuk memiliki life skill
[keterampilan hidup] dan skill to life [keterampilan untuk hidup]. Rezki
yang telah Allah siapkan Setelah itu anak diajarkan untuk bersyukur.
Cara kelima
adalah mentarbiyah anak dengan mempertebal terus keimanan, sampai
harus merasakan kebersamaan dan pengawasan Allah kepada mereka.
Cara keenam
adalah mentarbiyah anak agar tetap memperhatikan orang-orang yang
berjasa—sekalipun sekadar doa—dan peduli terhadap orang-orang yang
beriman yang ada di sekitarnya baik yang ada sekarang maupun yang telah
mendahuluinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar