Bukhari meriwayatkan dari Urwah, bahwa Aisyah ra. isteri Nabi SAW
bertanya kepada Nabi SAW katanya: 'Adakah hari lain yang engkau rasakan
lebih berat dari hari di perang Uhud?' tanya Aisyah ra. 'Ya, memang
banyak perkara berat yang aku tanggung dari kaummu itu, dan yang paling
berat ialah apa yang aku temui di hari Aqabah dulu itu. Aku meminta
perlindungan diriku kepada putera Abdi Yalel bin Abdi Kilai, tetapi
malangnya dia tidak merestui permohonanku! 'Aku pun pergi dari situ,
sedang hatiku sangat sedih, dan mukaku muram sekali, aku terus berjalan
dan berjalan, dan aku tidak sadar melainkan sesudah aku sampai di
Qarnis-Tsa'alib. Aku pun mengangkat kepalaku, tiba-tiba aku terlihat
sekumpulan awan yang telah meneduhkanku, aku lihat lagi, maka aku lihat
Malaikat jibril alaihis-salam berada di situ, dia menyeruku: 'Hai
Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar apa yang dikatakan kaummu
tadi, dan apa yang dijawabnya pula. Sekarang Allah telah mengutus
kepadamu bersamaku Malaikat yang bertugas menjaga bukit-bukit ini, maka
perintahkanlah dia apa yang engkau hendak dan jika engkau ingin dia
menghimpitkan kedua-dua bukit Abu Qubais dan Ahmar ini ke atas mereka,
niscaya dia akan melakukannya!' Dan bersamaan itu pula Malaikat penjaga
bukit-bukit itu menyeru namaku, lalu memberi salam kepadaku, katanya:
'Hai Muhammad!' Malaikat itu lalu mengatakan kepadaku apa yang dikatakan
oleh Malaikat Jibril AS tadi. 'Berilah aku perintahmu, jika engkau
hendak aku menghimpitkan kedua bukit ini pun niscaya aku akan lakukan!'
'Jangan... jangan! Bahkan aku berharap Allah akan mengeluarkan dari
tulang sulbi mereka keturunan yang akan menyembah Allah semata, tidak
disekutukanNya dengan apa pun... !', demikian jawab Nabi SAW.
Musa
bin Uqbah menyebut di dalam kitab 'Al-Maghazi' dari Ibnu Syihab
katanya, bahwa Rasulullah SAW apabila pamannya, Abu Thalib, meninggal
dia keluar menuju ke Tha'if dengan harapan agar penduduknya akan
melindunginya di sana. Maka beliau menemui tiga pemuka Tsaqif, dan
mereka itu bersaudara, yaitu: Abdi Yalel, Khubaib dan Mas'ud dari Bani
Amru. Beliau menawarkan mereka untuk melindunginya serta mengadukan
halnya dan apa yang dibuat oleh kaumnya terhadap dirinya sesudah
kematian Abu Thalib itu, namun bukan saja mereka menolakbeliau, tetapi
mereka menghalaunya dan memperlakukan apa yang tidak sewajarnya.(Fathul
Bari 6:198 - dari sumber Ibnu Ishak, Shahjh Bukhari 1:458, dan berita
ini dikeluarkan juga oleh Muslim dan Nasa'i).
Abu Nu'aim
memberitakan dengan lebih lengkapl dari Urwah bin Az-Zubair ra. katanya:
Apabila Abu Thalib meninggal, maka semakin bertambahlah penyiksaan kaum
Quraisy ke atas Nabi SAW Maka beliau berangkat ke Tha'if untuk menemui
suku kaum Tsaqif dengan harapan penuh, bahwa mereka akan dapat
melindunginya dan mempertahankannya. Beliau menemui tiga orang dari
pemuka suku kaum Tsaqif, dan mereka itu pula adalah bersaudara, yaitu:
Abdi Yalel, Kbubaib dan Mas'ud, semua mereka putera-putera dari Amru,
lalu beliau menawarkan dirinya untuk diberikan perlindungan, di samping
beliau mengadukan perbuatan jahat kaum Quraisy terhadap dirinya, dan apa
yang ditimpakan ke atas pengikut-pengikutnya. Maka berkata salah
seorang dari mereka: Aku hendak mencuri kelambu Ka'bah, jika memang
benar Allah mengutusmu sesuatu seperti yang engkau katakan tadi?! Yang
lain pula berkata: Demi Allah, aku tidak dapat berkatakata kepadamu,
walau satu kalimah sesudah pertemuan ini, sebab jika engkau benar
seorang Utusan Allah, niscaya engkau menjadi orang yang tinggi
kedudukannya dan besar pangkatnya, tentu tidak boleh aku berbicara lagi
kepadamu?! Dan yang terakhir pula berkata: Apakah Allah sampai begitu
lemah untuk mengutus orang selain engkau? Semua kata-kata pemuka Tsaqif
kepada RasuluUah SAW itu tersebar dengan cepat sekali kepada suku
kaumnya, lalu mereka pun berkumpul mengejek-ngejek beliau dengan
kata-kata itu.
Kemudian ketika beliau hendak pergi meninggalkan
Tha'if itu, mereka berbaris di tengah jalannya dua barisan, mereka
mengambil batu, lalu melempar beliau, setiap beliau melangkahkan kakinya
batu-batu itu mengenai semua tubuh beliau sehingga luka-luka berdarah,
dan sambil mereka melempar, mereka mengejek dan mencaci. Setelah bebas
dari perbuatan suku kaum Tsaqif itu, beliau terlihat sebuah perkebunan
anggur yang subur di situ. Beliau berhenti di salah satu pepohonannya
untuk beristirahat dan membersihkan darah yang mengalir dari kaki dan
tubuhnya yang lain, sedang hatinya sungguh pilu dan menyesal atas
perlakuan kaum Tha'if itu.
Tidak lama kemudian terlihatlah Utbah
bin Rabi'ah dan Syaibah bin Rabi'ah yang baru sampai di situ. Beliau
enggan datang menemui mereka, disebabkan permusuhan mereka terhadap
Allah dan RasulNya dan penentangan mereka terhadap agama yang diutus
Allah kepadanya. Tetapi Utbah dan Syaibah telah menyuruh hamba mereka
yang bemama Addas untuk datang kepada beliau membawa sedikit anggur
untuknya, dan Addas ini adalah seorang yang beragama kristen dari negeri
Niniva (kota lama dari Iraq). Apabila Addas datang membawa sedikit
anggur untuk beliau, maka beliau pun memakannya, dan sebelum itu membaca
'Bismillah!' Mendengar itu Addas keheranan, kerana tidak pernah
mendengar orang membaca seperti itu sebelumnya.
'Siapa namamu?'
tanya Nabi SAW 'Addas!' 'Dari mana engkau?' tanya beliau lagi. 'Dari
negeri Niniva!' jawab Addas. 'Oh, dari kota Nabi yang saleh, Yunus bin
Matta!' Mendengar jawaban Nabi itu, Addas menjadi lebih heran dari mana
orang ini tahu tentang Nabi Yunus bin Matta? Dia tidak sabar lagi hendak
tahu, sementara tuannya Utbah dan Syaibah melihat saja kelakuan
hambanya yang terlihat begitu mesra dengan Nabi SAW itu. 'Dari mana
engkau tahu tentang Yunus bin Matta?!' Addas keheranan. 'Dia seorang
Nabi yang diutus Allah membawa agama kepada kaumnya,' jawab beliau.
Beliau lalu menceritakan apa yang diketahuinya tentang Nabi Yunus AS
itu, dan sudah menjadi tabiat beliau, beliau tidak pernah memperkecilkan
siapa pun yang diutus Allah untuk membawa perutusannya. Mendengar semua
keterangan dari Rasulullah SAW Addas semakin kuat mempercayai bahwa
orang yang berkata-kata dengannya ini adalah seorang Nabi yang diutus
Allah. Lalu dia pun menundukkan kepalanya kepada beliau sambil mencium
kedua tapak kaki beliau yang penuh dengan darah itu.
Melihat
kelakuan Addas yang terakhir ini, Utbah dan Syaibah semakin heran apa
yang dibuat sang hamba itu. Apabila kembali Addas kepada mereka, mereka
lalu bertanya: 'Addas! Mari ke mari!' panggil mereka. Addas datang
kepada tuannya menunggu jika ada perintah yang akan disuruhnya. 'Apa
yang engkau lakukan kepada orang itu tadi?' 'Tidak ada apa-apa!' jawab
Addas. 'Kami lihat engkau menundukkan kepalamu kepadanya, lalu engkau
menciurn kedua belah kakinya, padahal kami belum pemah melihatmu berbuat
seperti itu kepada orang lain?!' Addas mendiamkan diri saja, tidak
menjawab. 'Kenapa diam? Coba beritahu kami, kami ingin tahu?' pinta
Utbah dan Syaibah. 'Orang itu adalah orang yang baik, dia menceritakan
kepadaku tentang seorang Utusan Allah atau Nabi yang diutus kepada kaum
kami, 'jawab Addas. 'Siapa namanya Nabi itu?' 'Yunus bin Matta' jawab
Addas lagi. 'Lalu?' 'Dia katakan, dia juga Nabi yang diutus!'Addas
berkata jujur. 'Dia Nabi?!' Utbah dan Syaibah tertawa terbahak-bahak,
sedang Addas mendiamkan diri melihatkan sikap orang yang mengingkari
kebenaran Allah. 'Eh, engkau bukankah kristen?' 'Benar,'jawab Addas.
'Tetaplah saja dalam kristenmu itu! Jangan tertipu oleh perkataan orang
itu!' Utbah dan Syaibah mengingatkan Addas. 'Dia itu seorang penipu,
tahu tidak?!' Addas terus mendiamkan dirinya . Sesudah itu, Rasuluilah
SAW kembali ke Makkah dengan hati yang kecewa sekali.
(Dala'ilun-Nubuwah, hal. 103)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar