Umar kemudian pergi ke masjid, dan dengan suara
lantang ia berkata kepada kaum Muslimin, "Rasulullah SAW tidak
menceraikan isterinya."
Sehubungan dengan peristiwa ini, turun ayat-ayat suci ini: "Hai
Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu
mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu sekalian
membebaskan diri dari sumpahmu dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS At-Tahrim: 1-2)
"Dan
ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang
istrinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan
peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu
(pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad
memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan
menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala
(Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu
(Hafsah) bertanya: "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini
kepadamu?" Nabi menjawab: "Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah yang
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."
"Jika kamu berdua bertaubat
kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk
menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan
Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula)
Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu
malaikat-malaikat adalah penolongnya pula."
"Jika Nabi
menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya
dengan istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman,
yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang
janda dan yang perawan." (QS At-Tahrim: 3-6)
Dengan demikian
peristiwa itu selesai. Istri-istri Nabi kembali sadar, dan beliau pun
kembali kepada mereka setelah mereka benar-benar bertaubat, menjadi
manusia yang rendah hati beribadah dan beriman. Kehidupan rumah
tangganya sekarang kembali tenang, yang memang demikian diperlukan oleh
setiap manusia yang sedang melaksanakan suatu beban besar yang
ditugaskan kepadanya.
Apabila orang itu orang besar seperti
Muhammad SAW, lemah-lembut seperti beliau, berlapang dada, tahan
menderita, orang berwatak dengan segala sifat-sifat yang ada
padanya—yang sudah disepakati dan diakui pula oleh semua penulis sejarah
Hidupnya—maka menggambarkan salah satu dari kedua peristiwa itu an sich
sebagai sebab ia memisahkan diri dan mengancam hendak menceraikan
istri, adalah suatu hal yang kebalikannya, jauh daripada suatu cara
kritik sejarah.
Sebaliknya, kritik yang akan dapat diterima orang
dan sejalan pula dengan logika sejarah ialah apabila
peristiwa-peristiwa itu mengikuti jejak yang sebenarnya, yang akan
membawa kepada kesimpulan-kesimpulan yang sudah pasti tidak bisa lain
akan ke sana. Maka dengan demikian ia akan menjadi masalah biasa, masuk
akal dan secara ilmiah dapat diterima.
Ada beberapa orientalis
yang juga bicara tentang ayat-ayat yang turun pada permulaan surah
At-Tahrim seperti di atas. Disebutkan bahwa semua kitab suci di Timur
tidak ada yang menyebut-nyebut peristiwa rumah tangga dengan cara
semacam itu.
Rasanya tidak perlu kita mengatakan lagi apa yang
tersebut dalam kitab-kitab suci itu semua—termasuk Alquran di antaranya
tentang masyarakat Luth dengan segala cacat mereka. Bahkan Taurat
(Perjanjian Lama) membawa cerita tentang Luth dan dua anaknya yang
perempuan ketika mereka memberikan minuman anggur kepada bapaknya
sehingga dua malam berturut-turut ia mabuk, dengan maksud supaya dapat
masing-masing mereka dapat tidur dengan Luth dan dengan demikian mereka
memperoleh keturunan—karena khawatir keluarga Luth kelak akan punah,
setelah Tuhan menurunkan bencana. Oleh sebab itu, maka semua kitab suci
membuat kisah-kisah para rasul serta apa yang mereka lakukan dan segala
apa yang terjadi, ialah sebagai suri teladan bagi umat manusia.
Banyak
sekali kisah-kisah demikian dalam Alquran. Tuhan menyampaikan
kisah-kisah yang baik sekali kepada Rasulullah. Sedang Alquran bukan
hanya diturunkan kepada Nabi Muhammad, melainkan kepada seluruh umat
manusia. Muhammad SAW adalah seorang nabi dan rasul, sebelum dia pun
telah banyak rasul-rasul lain yang dibawakan kisahnya dalam Alquran.
Jika
Qur'an menyampaikan berita-berita tentang Muhammad SAW dan menyangkut
pula kehidupan pribadinya yang perlu menjadi contoh buat kaum Muslimin
dan teladan yang baik pula, serta memberi isyarat tentang arti dalam
tindakan dan kebijaksanaannya itu, maka kisah-kisah para nabi yang
terdapat dalam Alquran itu sama sekali tidak berarti keluar daripada apa
yang terdapat dalam kitab-kitab suci lain.
Apabila kita
mengatakan bahwa masalah Muhammad SAW meninggalkan istrinya itu bukan
sebab yang berdiri sendiri di samping sebab-sebab lain yang telah
menimbulkan cerita itu, juga bukan karena Hafshah bercerita kepada
Aisyah tentang apa yang dilakukan Nabi dengan Maria—suatu hal yang
memang patut dilakukan oleh setiap laki-laki terhadap istrinya atau
siapa saja yang sah menjadi miliknya—orang akan melihat, bahwa tinjauan
yang dikemukakan oleh beberapa orientalis itu, dari segi kritik sejarah
sama sekali tidak dapat dibenarkan. Juga tidak pula sejalan dengan apa
yang ada dalam kitab-kitab suci sehubungan dengan kisah-kisah dan
kehidupan para nabi itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar